Sabtu, 11 Mei 2013
Peningkatan Kinerja Perawa
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
57
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
57
Peningkatan Kinerja Perawat dalam ...
Kata kunci:
supervisi, kinerja, perawat
A. PENDAHULUAN
Globalisasi memberikan dampak positif
bagi setiap profesi kesehatan untuk selalu
berupaya meningkatkan kinerja profesionalnya
dalam berko ntribusi p ada pemenuhan
kebutuhan kesehatan masyarakat. Tenaga
profesional kesehatan termasuk didalamnya
tenaga keperawatan dituntut untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas hanya
dapat diwujudkan dengan pemberian layanan
kesehatan yang profesional, demikian juga
dengan pemberian asuhan keperawatan harus
dilaksanakan dengan praktik keperawatan yang
profesional.
Praktik keperawatan harus dikembangkan
ag ar k u al it as pe lay an an k ep erawat an
meningkat. Pengembangan MPKP di Indonesia
dikembangkan dengan mempertimbangkan
perkembangan keperawatan di Indonesia.
Hasil penelitian Kertayasa (2007) tentang
pelaksanaan MPKP di RSUD Mataram
menunjukkan jumlah tenaga perawat yang
tersedia dibandingkan dengan jumlah pasien
berdasarkan derajat ketergantungan, cukup
memadai dalam mendukung pelaksanaan
MPKP. Pendidikan perawat sangat mendukung
terlaksananya kegiatan di ruang MPKP.
Penelitian Afandi (2007) di Ruang Dahlia
PENINGKATAN KINERJA PERAWAT DALAM PENERAPAN MPKP
DENGAN SUPERVISI OLEH KEPALA RUANG
DI RSJD SURAKARTA
Mulyaningsih
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Supervisi merupakan salah satu fungsi manajemen yang penting dilakukan
untuk meningkatkan kinerja perawat dalam penerapan MPKP. Penelitian cross sectional pada 71
perawat di RSJD Surakarta ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara supervisi
dan karakteristik individu dengan kinerja perawat dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta.
Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan antara supervisi dan pelatihan MPKP dengan
kinerja perawat dalam penerapan MPKP (p=0,00-0,024; α 0,05). Sedangkan untuk faktor usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja tidak berhubungan dengan kinerja perawat
dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta. Faktor paling berpengaruh terhadap kinerja
perawat dalam penerapan MPKP adalah supervisi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka
kepala ruang perlu melakukan supervisi secara teratur dan terus menerus kepada perawat.
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
58
Peningkatan Kinerja Perawat dalam ...
RSUD Kabupaten Temanggung menunjukkan
hasil ketenagaan perawat di dominasi oleh
lulusan D III Keperawatan yaitu 91,7%.
Sedangkan perawat yang sudah mencapai
tingkat pendidikan sarjana baru 1 orang yaitu
8,3%.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan
di ruang MPKP dapat mendukung kualitas
pelayanan. Hasil penelitian Afandi (2007)
menunjukkan bahwa serah terima tugas jaga
(operan jaga) diperoleh hasil 96,9%, sedangkan
pre-conference diperoleh hasil 80,6%, dan
post-conference diperoleh hasil 70,8%. Dari
data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan di
ruang MPKP sudah cukup efektif. Meskipun
pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik
namun masih lemah dalam pendokumentasian.
Berdasarkan laporan praktek manajemen
di RSJD Surakarta bahwa kegiatan di ruang
MPKP sudah berjalan dengan baik. Operan
antar shift 90% sudah dilakukan namun belum
semua perawat dapat mengikuti, conference
sudah terlaksana dengan baik (83,3%).
Hal ini dikarenakan perawat belum
terbiasa melakukan kegiatan dalam MPKP.
Menu rut k epala Ruan g Dahlia b elum
terbentuk pola dan kebiasaan melakukan post
conference, dan masih banyak anggapan post
conference mengakibatkan mereka harus rela
telat pulang kerja (Afandi, 2007). Berbagai
pengalaman dapat dirasakan oleh perawat
setelah menerapkan MPKP. Pengalaman
yang menyenangkan yaitu bisa memberikan
asuhan keperawatan yang profesional
pada pasien, sedangkan pengalaman yang
kurang menyenangkan yaitu terdapat banyak
hambatan. Hambatannya antara lain kurangnya
perawat, dukungan manajemen kurang,
kurang supervisi, kurang motivasi, belum
ada penghargaan, dan kurangnya fasilitas
(Rohmiyati).
Pelaksanaan MPKP agar dapat berjalan
dengan baik maka diperlukan supervisi dari
kepala ruang. Supervisi dari kepala ruang dapat
memberikan pengaruh terhadap peningkatan
kerja perawat. Ini sesuai dengan dengan hasil
penelitian dari Lupiah dkk yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara supervisi dengan
kinerja perawat. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh Pribadi (2009) bahwa perawat
mempunyai persepsi yang baik tentang
supervisi kepala ruang. Hasil penelitian ini juga
membuktikan adanya hubungan antara faktor
persepsi perawat mengenai supervisi terhadap
pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan.
Peran dan fungsi supervisor sangat penting
untuk perkembangan kinerja perawat. Evaluasi
kinerja dimaksudkan sebagai umpan balik
kepada karyawan mengenai pandangan
organisasi terhadap kinerja karyawan, sebagai
t dalam ...
Kata kunci:
supervisi, kinerja, perawat
A. PENDAHULUAN
Globalisasi memberikan dampak positif
bagi setiap profesi kesehatan untuk selalu
berupaya meningkatkan kinerja profesionalnya
dalam berko ntribusi p ada pemenuhan
kebutuhan kesehatan masyarakat. Tenaga
profesional kesehatan termasuk didalamnya
tenaga keperawatan dituntut untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas hanya
dapat diwujudkan dengan pemberian layanan
kesehatan yang profesional, demikian juga
dengan pemberian asuhan keperawatan harus
dilaksanakan dengan praktik keperawatan yang
profesional.
Praktik keperawatan harus dikembangkan
ag ar k u al it as pe lay an an k ep erawat an
meningkat. Pengembangan MPKP di Indonesia
dikembangkan dengan mempertimbangkan
perkembangan keperawatan di Indonesia.
Hasil penelitian Kertayasa (2007) tentang
pelaksanaan MPKP di RSUD Mataram
menunjukkan jumlah tenaga perawat yang
tersedia dibandingkan dengan jumlah pasien
berdasarkan derajat ketergantungan, cukup
memadai dalam mendukung pelaksanaan
MPKP. Pendidikan perawat sangat mendukung
terlaksananya kegiatan di ruang MPKP.
Penelitian Afandi (2007) di Ruang Dahlia
PENINGKATAN KINERJA PERAWAT DALAM PENERAPAN MPKP
DENGAN SUPERVISI OLEH KEPALA RUANG
DI RSJD SURAKARTA
Mulyaningsih
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Supervisi merupakan salah satu fungsi manajemen yang penting dilakukan
untuk meningkatkan kinerja perawat dalam penerapan MPKP. Penelitian cross sectional pada 71
perawat di RSJD Surakarta ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara supervisi
dan karakteristik individu dengan kinerja perawat dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta.
Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan antara supervisi dan pelatihan MPKP dengan
kinerja perawat dalam penerapan MPKP (p=0,00-0,024; α 0,05). Sedangkan untuk faktor usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja tidak berhubungan dengan kinerja perawat
dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta. Faktor paling berpengaruh terhadap kinerja
perawat dalam penerapan MPKP adalah supervisi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka
kepala ruang perlu melakukan supervisi secara teratur dan terus menerus kepada perawat.
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
58
Peningkatan Kinerja Perawat dalam ...
RSUD Kabupaten Temanggung menunjukkan
hasil ketenagaan perawat di dominasi oleh
lulusan D III Keperawatan yaitu 91,7%.
Sedangkan perawat yang sudah mencapai
tingkat pendidikan sarjana baru 1 orang yaitu
8,3%.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan
di ruang MPKP dapat mendukung kualitas
pelayanan. Hasil penelitian Afandi (2007)
menunjukkan bahwa serah terima tugas jaga
(operan jaga) diperoleh hasil 96,9%, sedangkan
pre-conference diperoleh hasil 80,6%, dan
post-conference diperoleh hasil 70,8%. Dari
data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan di
ruang MPKP sudah cukup efektif. Meskipun
pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik
namun masih lemah dalam pendokumentasian.
Berdasarkan laporan praktek manajemen
di RSJD Surakarta bahwa kegiatan di ruang
MPKP sudah berjalan dengan baik. Operan
antar shift 90% sudah dilakukan namun belum
semua perawat dapat mengikuti, conference
sudah terlaksana dengan baik (83,3%).
Hal ini dikarenakan perawat belum
terbiasa melakukan kegiatan dalam MPKP.
Menu rut k epala Ruan g Dahlia b elum
terbentuk pola dan kebiasaan melakukan post
conference, dan masih banyak anggapan post
conference mengakibatkan mereka harus rela
telat pulang kerja (Afandi, 2007). Berbagai
pengalaman dapat dirasakan oleh perawat
setelah menerapkan MPKP. Pengalaman
yang menyenangkan yaitu bisa memberikan
asuhan keperawatan yang profesional
pada pasien, sedangkan pengalaman yang
kurang menyenangkan yaitu terdapat banyak
hambatan. Hambatannya antara lain kurangnya
perawat, dukungan manajemen kurang,
kurang supervisi, kurang motivasi, belum
ada penghargaan, dan kurangnya fasilitas
(Rohmiyati).
Pelaksanaan MPKP agar dapat berjalan
dengan baik maka diperlukan supervisi dari
kepala ruang. Supervisi dari kepala ruang dapat
memberikan pengaruh terhadap peningkatan
kerja perawat. Ini sesuai dengan dengan hasil
penelitian dari Lupiah dkk yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara supervisi dengan
kinerja perawat. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh Pribadi (2009) bahwa perawat
mempunyai persepsi yang baik tentang
supervisi kepala ruang. Hasil penelitian ini juga
membuktikan adanya hubungan antara faktor
persepsi perawat mengenai supervisi terhadap
pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan.
Peran dan fungsi supervisor sangat penting
untuk perkembangan kinerja perawat. Evaluasi
kinerja dimaksudkan sebagai umpan balik
kepada karyawan mengenai pandangan
organisasi terhadap kinerja karyawan, sebagai
Masa remaja di awali oleh masa pubertas
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
77
A. PENDAHULUAN
Masa remaja di awali oleh masa pubertas
yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan
fisik dan perubahan fisiologis. Perubahan ini
menyebabkan daya tarik terhadap lawan jenis
yang merupakan akibat timbulnya dorongan-
dorongan seksual. Dalam rangka mencari
pengetahuan mengenai seks, ada remaja yang
melakukannya secara terbuka bahkan mulai
mencoba mengadakan eksperimen dalam
kehidupan seksual (Kusmiran, 2011, hal 30).
Menurut Hurlock (1973, dalam Kusmiran,
2011, hal 32) mengemukakan bahwa dengan
meningkatnya minat terhadap kehidupan
seksual, remaja selalu berusaha mencari
informasi obyektif mengenai seks. Oleh karena
itu, hal yang paling membahayakan adalah
bila informasi yang diterima remaja berasal
dari sumber yang kurang tepat sehingga
menimbulkan kekurangpahaman remaja
terhadap masalah seputar seksual.
Kurangnya pemahaman tentang perilaku
seksual pada remaja amat merugikan bagi
Hubungan Pengetahuan Remaja tentang ...
HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH
PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU
Riske Chandra Kartika, Kamidah
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan fisik dan perubahan fisiologis.
Perubahan ini menyebabkan daya tarik terhadap lawan jenis yang merupakan akibat timbulnya
dorongan-dorongan seksual. Dalam rangka mencari pengetahuan mengenai seks, ada remaja
yang melakukannya secara terbuka bahkan mulai mencoba mengadakan eksperimen dalam
kehidupan seksualSejalan dengan minat terhadap seksual, remaja selalu berusaha mencari
informasi obyektif tentang seks, hal yang membahayakan adalah apabila informasi yang didapat
berasal dari sumber yang salah sehingga menimbulkan kekurangpahaman remaja. Ada sekitar
53% perempuan berumur 15-19 tahun melakukan hubungan seksual sedangkan jumlah laki-
laki dua kali lipat dari jumlah perempuan.
Tujuan:
Mengetahui hubungan pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah.
Metode:
penelitan ini menggunakan
metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 67 responden dengan
analisa data chi square.
Hasil Penelitian:
Didapatkan nilai X2hitung = 24.091 lebih besar dari
X2tabel = 5.991 dan nilai p = 0,000 kurang dari 0,05.
Simpulan:
Terdapat hubungan positif
antara pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada
remaja.
Kata Kunci:
Kesehatan reproduksi remaja, perilaku sex pranikah.
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
78
Hubungan Pengetahuan Remaja tentang ...
remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab
pada masa ini remaja mengalami perkembangan
yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan
seksual (Soetjiningtsih, 2004, hal 133).
Laporan yang disampaikan oleh National
Surveys of Family Growth pada tahun 1988
menunjukan bahwa 80% laki – laki dan 70%
perempuan melakukan hubungan seksual
selama masa pubertas dan 20% dari mereka
mempunyai empat atau lebih pasangan. Ada
sekitar 53% perempuan berumur antara 15-19
tahun melakukan hubungan seksual pada masa
remaja, sedangkan jumlah laki-laki melakukan
hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari
pada perempuan (Soetjiningsih, 2004, hal 133).
Berdasarkan studi pendahuluan di SMA
N Colomadu pada tanggal 4 Februari 2012
peneliti mendapat informasi dari bagian
kesiswaan bahwa setiap tahun ada 1-2 siswa
yang mengundurkan diri dari sekolah karena
hamil. Berdasarkan wawancara dengan 24
orang siswa di dapatkan hasil siswa siswa yang
berpacaran dan berpegangan tangan sebanyak
66,7%, siswa yang pernah berciuman bibir
sebanyak 29,1%, siswa yang pernah berciuman
di daerah leher sebanyak 20,8%.
B. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
dengan menggunakan metode penelitian
observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Lokasi dilakukannya penelitian
di SMA N Colomadu. Populasi yang diteliti
adalah seluruh siswa kelas XI. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 67
siswa. Pengumpulan data pada penelitian
ini menggunakan data primer. Data primer
diperoleh peneliti dari responden dengan
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 22
pertanyaan mengenai kesehatan reproduksi dan
5 pernyataan mengenai perilaku seks pranikah.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
Analisis yang digunakan untuk
menggambarkan karakteristik dari
responden. Adapun karateristik responden
dapat dilihat dari diagram berikut:
a. Umur
Tabel 1 Distribusi Responden
Berdasarkan Umur Berdasarkan
Gambar di atas menunjukkan bahwa
mayoritas.
No
Umur
Responden
1
16
35 Responden (52,2%)
2
17
31 Responden (46,3%)
3
18
1 Responden (1,5%)
Umur responden adalah 16 tahun
yaitu sebanyak 35 siswa (52,2%),
sedangkan minoritas umur responden
18 tahun yaitu sebanyak 1 siswa
(1,5%).
Pengaruh Kehamilan pada Bayi
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
71
Pengaruh Kehamilan pada Bayi Baru Lahir...
PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN
KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Dina Hartatik, Enny Yuliaswati
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI 2002/2003 adalah
20/1.000 kelahiran hidup, salah satu penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah asfiksia. Di
Indonesia, prevalensi asfiksia sekitar (3%) kelahiran (1998) atau setiap tahunnya sekitar 144/900
kelahiran dengan asfiksia sedang dan berat. Faktor yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia
yaitu faktor ibu, salah satu faktor ibu adalah umur kehamilan saat bayi dilahirkan.
Tujuan:
Untuk mengetahui pengaruh umur kehamilan pada saat bayi di lahirkan dengan kejadian asfiksia.
Metode:
Penelitian observasional analitik inferensial hipotesis menggunakan pendekatan case
control, subjek penelitian ini adalah bayi baru lahir yaitu sebanyak 80 responden. Pengolahan
dan analisis data menggunakan uji Chi Square.
Hasil:
didapatkan nilai X2> X2(5.115> 3,841)
dengan pvalue 0,024 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Simpulan:
Ada pengaruh umur kehamilan
pada saat bayi lahir dengan kejadian asfiksia.
Kata Kunci:
Umur Kehamilan, Kejadian Asfiksia
A. PENDAHULUAN
Kematian perinatal terbanyak disebabkan
oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik di
lapangan atau di rumah sakit rujukan di
Indonesia (Wiknjosastro, 2010:52). Angka
Kematian Bayi (AKB) baru lahir di Indonesia
menurut SDKI 2002/2003 adalah 20/1.000
kelahiran hidup. Salah satu penyebab utama
kematian bayi baru lahir adalah asfiksia. Faktor
yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia yaitu
faktor ibu, salah satu faktor ibu adalah umur
kehamilan saat bayi dilahirkan (Katriningsih,
2009). Di Indonesia, prevalensi asfiksia sekitar
(3%) kelahiran (1998) atau setiap tahunnya
sekitar 144/900 kelahiran dengan asfiksia
sedang dan berat (Rukiyah, 2009, hal 167).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2008 sebesar 9,17/1.000
kelahiran hidup, menurun bila dibandingkan
dengan tahun 2007 sebesar 10,48/1.000
kelahiran hidup. AKB di Kota Surakarta
sebesar 3,32/1.000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2008, hal 11)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi
baru lahir yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur dalam 1 menit setelah lahir.
Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan kelahiran kurang bulan (<34
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
72
Pengaruh Kehamilan pada Bayi Baru Lahir...
minggu), dan kelahiran lewat waktu (Mansjoer,
et al. 2005, hal 502). Persalinan prematur
adalah persalinan belum cukup umur di
bawah 37 minggu atau berat lahir kurang dari
2500 gram. Persalinan prematur merupakan
penyebab tertinggi kematian neonatus, tumbuh
kembang janin sering terlambat. Salah satu
penyebab utama kematian neonatus tersebut
adalah asfiksia atau sindrom gawat nafas
(Manuaba, 2008, hal 184). Kehamilan lewat
waktu adalah kehamilan yang melampaui
usia 292 hari (42 minggu) dengan gejala
kemungkinan komplikasinya. Komplikasi
dapat terjadi pada ibu dan janin, komplikasi
pada janin diantaranya adalah oligohidramnion
yang mengakibatkan asfiksia dan gawat janin
intrauterine, dan aspirasi air ketuban disertai
mekonium yang mengakibatkan gangguan
pernafasan janin dan gangguan sirkulasi bayi
setelah lahir (Manuaba, 2008, hal 104).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan di Rumah Sakit dr. Moewardi
Surakarta pada tanggal 16 Februari 2011
didapatkan pada tahun 2010 terdapat persalinan
sebanyak 1512, dan persalinan dengan
umur kehamilan lewat waktu sebanyak 519,
sedangkan persalinan dengan umur kehamilan
kurang bulan sebanyak 107. Pada tahun tersebut
103 bayi lahir mengalami asfiksia neonatorum.
Dari data rekam medik RSUD dr. Moewardi
tahun 2010 kejadian asfiksia masih tinggi,
sehingga penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh Umur Kehamilan
pada Saat Bayi Lahir dengan Kejadian Asfiksia
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penetian ini menggunakan jenis penelitian
Obervasional analitik dengan menggunakan
rancangan penelitian case control atau kasus
kontrol. Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah rekam medik yang mempunyai data
lengkap seperti identitas bayi, umur kehamilan
saat bayi dilahirkan, dan apgar score.javascript:void(0);
Etika penelitian yang menjadi kebijakan
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta membatasi
subyek penelitian untuk program diploma
maksimal 80 responden, jadi peneliti
mengambil sampel maksimal dari ketentuan
tersebut yaitu sebesar 80 responden. Berdasar
etika penelitian tersebut peneliti mengambil
sample responden sebanyak 40 responden
untuk kelompok kasus dann 40 responden
untuk kelompok kontrol.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari - April 2011, salah satu fasilitas
RSUD Dr. Moewardi adalah memiliki rekam
medik yang lengkap dan bangsal-bangsal untuk
Peran Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual...
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
39
Peran Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual...
A. PENDAHULUAN
Remaja adalah mereka yang sedang
mengalami perubahan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Perubahan tersebut
mencakup perubahan fisik dan perubahan
emosional yang kemudian tercermin dalam
sikap dan tingkah laku. Menurut WHO (badan
PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia
remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sementara
menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan
Perlindungan Hak Reproduksi batasan usia
remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Dalam
penelitian “Survai Perilaku Berisiko Yang
Berdampak Pada Kesehatan Reproduksi
PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH
PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA
Maryatun
Sekolah TinggiIlmu Kesehatan (STIKES) ‘Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan dalam dirinya termasuk
dorongan seks mulai meningkat dan sulit dikendalikan, tidak jarang hal tersebut menyebabkan
konflik pada diri remaja. Situasi tersebut diperburuk dengan adanya kemudahan remaja dalam
mengakses informasi tentang seks yang keliru melalui media cetak dan elektronik misalnya
majalah, video dan internet. Kesempatan untuk diskusi tentang kesehatan reproduksi masih sangat
terbatas, bahkan masih banyak orang tua dan guru yang menganggap tabu untuk dibicarakan.
Orang tua seharusnya merupakan pihak pertama yang bertanggungjawab memberikan informasi
tentang kesehatan reproduksi bagi remaja, selain pihak sekolah melakukan pendidikan seksual
untuk memotivasi pilihan yang sehat bagi siswa dalam perilaku seksualnya
Tujuan:
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja.
Metode:
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan
pendekatan studi potong lintang/ cross sectional. Lokasi penelitian di SMA Muhammadiyah 3
Kota Surakarta. Sampel penelitian ini adalah remaja siswa SMA Muhammadiyah 3 Surakarta
yang berusia 14-17 tahun, belum menikah dan tinggal dengan orang tua kandung sebanyak 50
orang.
Hasil Penelitian:
Ada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah
pada remaja di SMA Muhammadiyah III Kota Surakarta. Hasil analisis data dengan Chi Square
dalam taraf kepercayaan 95% (α = 5%), didapatkan hasil nilai p value sebesar 0,001 untuk
peran teman sebaya dengan perilaku seksual pra nikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3
Surakarta. Simpulan: Sebagian besar responden menyatakan memperoleh informasi seksualitas
dari teman sebaya. Ada hubungan bermakna peran teman sebaya dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta
Kata kunci: peran teman sebaya, perilaku seksual pranikah
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013
40
Peran Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual...
Remaja 2002” remaja yang tercakup adalah
mereka yang berusia 10 sampai 24 tahun
(BKKBN, 2004)
Arus informasi melalui media masa baik
berupa majalah, surat kabar, tabloid maupun
media elektronik seperti radio, televisi,
dan komputer, mempercepat terjadinya
perubahan. Meskipun arus informasi ini
menunjang berbagai sektor pembangunan,
namun arus informasi ini juga melemahkan
sistem sosial ekonomi yang menunjang
masyarakat Indonesia. Remaja merupakan
salah satu kelompok penduduk yang mudah
terpengaruh oleh arus informasi baik yang
negatif maupun yang positif. Perbaikan status
wanita, yang terjadi lebih cepat sebagai akibat
dari transisi demografi dan program keluarga
berencana telah mengakibatkan meningkatnya
umur kawin pertama dan bertambah besarnya
proporsi remaja yang belum kawin. Hal ini
adalah akibat dari makin banyaknya remaja
baik laki-laki maupun perempuan yang
meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi dan makin banyaknya remaja yang
berpartisipasi dalam pasar kerja. Panjangnya
waktu dalam status lajang maupun kesempatan
mempunyai penghasilan mempengaruhi
remaja untuk berperilaku berisiko antara lain
menjalin hubungan seksual premarital, minum
minuman keras, menggunakan obat terlarang
(Narkoba) yang dapat mengakibatkan tertular
penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
(BKKBN, 2004)
Ketidaksiapan remaja menghadapi
perubahan dalam dirinya termasuk dorongan
seks mulai meningkat dan sulit dikendalikan,
tidak jarang hal tersebut menyebabkan konflik
pada diri remaja. Situasi tersebut diperburuk
dengan adanya kemudahan remaja dalam
mengakses informasi tentang seks yang
keliru melalui media cetak dan elektronik
misalnya majalah, video dan internet,
Informasi yang keliru akan mengganggu
derajat kekebasan individu (remaja) dalam
mengambil keputusan terhadap situasi tertentu.
Banyak remaja yang tidak tahu bagaimana
mencari informasi yang benar mengenai
kesehatan reproduksi, baik di sekolah maupun
di rumah. Kesempatan untuk diskusi tentang
kesehatan reproduksi masih sangat terbatas,
bahkan masih banyak orang tua dan guru yang
menganggap tabu untuk dibicarakan. Orang
tua seharusnya merupakan pihak pertama yang
bertanggungjawab memberikan informasi
tentang kesehatan reproduksi bagi remaja,
selain pihak sekolah melakukan pendidikan
seksual untuk memotivasi pilihan yang
sehat bagi siswa dalam perilaku seksualnya
(Whitaker et al, 2000).
Sabtu, 13 April 2013
Puisi Cinta Buta
Ditengah malam yang syahdu nan pekat
Ku teringat pada mu,
Bayangmu selalu melintas di kelopak mataku..
Telah jelas, bahwa cinta..
Mampu butakan Mata hati..
Namun ini perasaan yang tak bisa di bohongi..
Tuhan..
Bantu aku untuk sadarkan diriku..
Aku salah telah mencintainya..
aku salah telah menyayanginya..
bodohnya akuu..
Ku teringat pada mu,
Bayangmu selalu melintas di kelopak mataku..
Telah jelas, bahwa cinta..
Mampu butakan Mata hati..
Namun ini perasaan yang tak bisa di bohongi..
Tuhan..
Bantu aku untuk sadarkan diriku..
Aku salah telah mencintainya..
aku salah telah menyayanginya..
bodohnya akuu..
Langganan:
Postingan (Atom)