Senin, 14 Agustus 2017

Dikarenakan cuaca yang terus memburuk sehingga membuat warga kayu aro mengalami kerugian

Tanaman banyak yang rusak dikarenakan cuaca, sabtu 12 agustus 2017.

Apalagi saat ini ekonomi bisa dikatakan sulit bagi para petani, dengan harga sayur-sayuran yang mengalami penurunan.

Hujan dapat membuat daun tanaman rusak terlebih lagi tanaman kentang, apa lagi biaya yang dibutuhkan juga mahal untuk biaya pengobatan/obat seprot dan pupuk, tutur salah satu petani di kayu aro yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pada umumnya warga Kayu Aro mayoritas berpekerjaan petani, jadi jika tidak ada bantuan pemerintah kerinci khususnya dalam mengupayakan harga dari penghasilan petani bisa mungkin para petani akan mengalami kemunduran ekonomi.

Ada beberapa petani yang mengatakan,
"Saya sudah susah dengan cuaca yang sering hujan kami jadi tambah susah"

"Semua ini sudah dari atas sana, tuhanlah yang mengatur semua rejeki, jadi saya tak perlu pusing",

"Berharap harga pupuk dapat menurun dan harga sayuran dan hasil pertanian dapat meningkat".

Selasa, 08 Agustus 2017

Selasa, 25 April 2017

CERITA RAKYAT KERINCI JAMBI, PUTRI TANGGUK

Putri Tangguk adalah seorang petani yang tinggal di Negeri Bunga Tanjung, Kecamatan Danau Kerinci, Provinsi Jambi, Indonesia. Ia memiliki sawah hanya seluas tangguk, [1] tetapi mampu menghasilkan padi yang sangat melimpah. Pada suatu hari, Putri Tangguk dikejutkan dengan sebuah peristiwa aneh di sawahnya. Ia mendapati tanaman padinya telah berubah menjadi rerumputan tebal. Mengapa tanaman padi Putri Tangguk secara ajaib berubah menjadi rumput? Temukan jawabannya dalam cerita Putri Tangguk berikut ini!

* * *

Alkisah, di Negeri Bunga, Kecamatan Danau Kerinci Jambi, ada seorang perempuan bernama Putri Tangguk. Ia hidup bersama suami dan tujuh orang anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bersama suaminya menanam padi di sawahnya yang hanya seluas tangguk. Meskipun hanya seluas tangguk, sawah itu dapat menghasilkan padi yang sangat banyak. Setiap habis dipanen, tanaman padi di sawahnya muncul lagi dan menguning. Dipanen lagi, muncul lagi, dan begitu seterusnya. Berkat ketekunannya bekerja siang dan malam menuai padi, tujuh lumbung padinya yang besar-besar sudah hampir penuh. Namun, kesibukan itu membuatnya lupa mengerjakan pekerjaan lain. Ia terkadang lupa mandi sehingga dakinya dapat dikerok dengan sendok. Ia juga tidak sempat bersilaturahmi dengan tetangganya dan mengurus ketujuh orang anaknya.

Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sudah tidur, Putri Tangguk berkata kepada suaminya yang sedang berbaring di atas pembaringan.

“Bang! Adik sudah capek setiap hari menuai padi. Adik ingin mengurus anak-anak dan bersilaturahmi ke tetangga, karena kita seperti terkucil,” ungkap Putri Tangguk kepada suaminya.

“Lalu, apa rencanamu, Dik?” tanya suaminya dengan suara pelan.

“Begini Bang! Besok Adik ingin memenuhi ketujuh lumbung padi yang ada di samping rumah untuk persediaan kebutuhan kita beberapa bulan ke depan,” jawab Putri Tangguk.

“Baiklah kalau begitu. Besok anak-anak kita ajak ke sawah untuk membantu mengangkut padi pulang ke rumah,” jawab suaminya.

“Ya, Bang!” jawab Putri Tangguk.

Beberapa saat kemudian, mereka pun tertidur lelap karena kelelahan setelah bekerja hampir sehari semalam. Ketika malam semakin larut, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Hujan itu baru berhenti saat hari mulai pagi. akibatnya, semua jalan yang ada di kampung maupun yang menuju ke sawah menjadi licin.

Usai sarapan, Putri Tangguk bersama suami dan ketujuh anaknya berangkat ke sawah untuk menuai padi dan mengangkutnya ke rumah. Dalam perjalanan menuju ke sawah, tiba-tiba Putri Tangguk terpelesat dan terjatuh. Suaminya yang berjalan di belakangnya segera menolongnya. Walau sudah ditolong, Putri Tangguk tetap marah-marah.

“Jalanan kurang ajar!” hardik Putri Tangguk.

“Baiklah! Padi yang aku tuai nanti akan aku serakkan di sini sebagai pengganti pasir agar tidak licin lagi,” tambahnya.

Setelah menuai padi yang banyak, hampir semua padi yang mereka bawa diserakkan di jalan itu sehingga tidak licin lagi. Mereka hanya membawa pulang sedikit padi dan memasukkannya ke dalam lumbung padi. Sesuai dengan janjinya, Putri Tangguk tidak pernah lagi menuai padi di sawahnya yang seluas tangguk itu. Kini, ia mengisi hari-harinya dengan menenun kain. Ia membuat baju untuk dirinya sendiri, suami, dan untuk anak-anaknya. Akan tetapi, kesibukannya menenun kain tersebut lagi-lagi membuatnya lupa bersilaturahmi ke rumah tetangga dan mengurus ketujuh anaknya.

Pada suatu hari, Putri Tangguk keasyikan menenun kain dari pagi hingga sore hari, sehingga lupa memasak nasi di dapur untuk suami dan anak-anaknya. Putri Tangguk tetap saja asyik menenun sampai larut malam. Ketujuh anaknya pun tertidur semua. Setelah selesai menenun, Putri Tangguk pun ikut tidur di samping anak-anaknya.

Pada saat tengah malam, si Bungsu terbangun karena kelaparan. Ia menangis minta makan. Untungnya Putri Tangguk dapat membujuknya sehingga anak itu tertidur kembali. Selang beberapa waktu, anak-anaknya